Rabu, 26 November 2008

Mengapa Saya Marah Kepada Orang lain???

Marah??? Biasa aja bagi kebanyakan orang, mungkin itu merupakan suatu rutinitas sehari-hari bagi kebanyakan orang dan tidak terkecuali untuk saya sendiri. Jadi, mengapa tidak ada alasan untuk marah? “Saya berhak marah koq dan orang itu pantas mendapatkan luapan amarah dari saya karena perbuatannya”, mungkin inilah yang sering diucapkan kebanyakan orang ketika mereka sedang marah, apakah anda juga demikian?
Atau anda termasuk orang yang tidak pernah marah sama sekali selama hidup anda? Wah, sungguh manusia yang luar biasa jika ada yang bilang “saya tidak pernah marah dan tidak akan pernah marah selama hidup ini”. Jika iya, kita harus belajar banyak dari orang tersebut, bagaimana sih dia mengendalikan amarahnya?

“Apa sih yang membuat kita sampai marah? Kenapa kita harus marah? Apakah marah itu menguntungkan bagi saya? Dan apakah orang itu akan menderita akibat perbuatan marah saya kepadanya?” Pertanyaan itu bisa menjadi bahan pertimbangan kita sebelum marah kepada orang lain. Karena perlu kita ketahui pada saat kita marah, kita sedang memancarkan energi negatif dari diri kita dan pada saat itu tidak ada seorang pun yang akan senang dengan kita. Jika kita tarik diri kita keluar dan melihat diri kita dari sudut pandang orang lain, kita tidak akan senang pada diri kita sendiri. Jadi, kenapa kita masih mau marah?

Apakah anda mau berusaha untuk memendam amarah? Memendam amarah itu saja tidak cukup, kita belum terlepas dari amarah itu sendiri. Jadi, kita harus benar-benar mengenali amarah kita, agar kita dapat terlepas dari amarah. Ada empat hal yang bisa menjadi alasan kita tidak marah kepada orang lain.

1. Ambillah situasi saat kita berbuat kesalahan dan orang lain juga melihat hal itu. Kemudian, orang itu datang pada kita dan mengatakan kesalahan kita, lantas kita marah kepada orang tersebut karena kita tidak senang dengan kata-katanya.
Sekarang, mari kita mengambil contoh orang itu datang kepada kita dan mengatakan bahwa di wajah kita ada sebuah hidung. Apakah kita akan marah dengan kata-katanya?
Karena, sangat jelas kalau kita memang memiliki sebuah hidung. Itu merupakan fakta yang bisa dilihat semua orang. Nah, sama halnya dengan kesalahan kita tadi, sudah jelas bahwa itu adalah kesalahan kita. Mengapa kita harus marah atas komentar itu?

2. Mari kita ubah situasinya, sekarang kita dikritik atas apa yang tidak kita lakukan. Atau, kita memang melakukan kesalahan kecil namun orang itu menuduh kita atas suatu kesalahan yang jauh lebih besar. Meskipun demikian, tetap tidak ada alasan bagi kita untuk marah. Mengapa? Karena, itu sama halnya ketika seseorang mengatakan bahwa kita memiliki tanduk di kepala kita. Sedangkan, kita tidak memiliki tanduk. Apakah kita akan marah dengan orang tersebut? Sekali lagi, tentu tidak. Apa yang dia katakan bukanlah kenyataan. Kita juga tidak perlu meluruskan pada orang tersebut bahwa kita tidak memiliki tanduk, semua orang bisa melihat bahwa kita tidak memiliki tanduk.
Hal yang sama ketika seseorang menyalahkan kita secara tidak tepat, tidak ada alasan bagi kita untuk marah, karena yang dikatakannya tidak benar.

3. Sekarang, kita lihat pada orang yang menyakiti kita. Kita harus tahu, apakah memang sifat dasar orang ini adalah suka menyakiti orang lain / tidak? Jika iya, sudah menjadi sifat alami bagi seseorang itu menyakiti dan bersikap kasar, maka ketika kita marah padanya pun akan menjadi suatu hal yang sia-sia. Mari kita ambil contoh api, Apakah kita akan memarahi api karena sudah sifat alamnya untuk membakar. Tentu saja, kita tidak akan marah kepada api tersebut, benar ngak? Sama halnya tidak ada alasan kita untuk marah kepada orang tersebut. Itu akan sia-sia.

4. Terakhir, kita ubah lagi situasinya. Sekarang, orang ini memarahi kita, menyakiti kita. Tapi, bukan sifaf dari orang ini untuk menyakiti orang lain. Biasanya, orang ini tidak pernah menyakiti orang lain. Mengapa orang ini tiba-tiba menyakiti kita? Kita sudah tahu bahwa orang ini adalah orang baik, dia tidak biasa marah-marah. Jadi, kita juga tidak seharusnya untuk marah kepadanya, meskipun orang ini telah marah kepada kita. Mengapa? Karena tindakan yang kurang berkenan tadi hanyalah suatu kebetulan saja, itu bukanlah sifat dasarnya. Contoh ketika sedang hujan, kebanyakan orang tidak marah kepada langit, karena awan hujan bukanlah diri langit yang sesungguhnya. Sama halnya dengan orang tersebut. Mengapa kita harus marah kepadanya? Itu bukanlah sifat dasar dari orang tersebut.
Manusia seperti kita belumlah sempurna, kerap kali kita melakukan suatu kesalahan yang tidak kita kehendaki.

Demikianlah, empat macam situasi diatas. Jika, kita memang bersalah seperti situasi yang pertama, maka sangat penting bagi kita untuk mengakui kesalahan kita dengan berkata “Ya, kamu memang benar. Saya telah berbuat salah.”
Kemudian, kita bisa mengucapkan “saya minta maaf”, sesungguhnya dengan meminta maaf dapat mencairkan suasana.

Saya berharap, kita semua dapat coba berlatih mempraktekkan untuk tidak marah kepada orang lain. Perumpamaan sebuah obat, jika kita hanya taruh dilaci maka sakit kita tidak akan sembuh. Jadi, kita harus memakan obat itu, agar kita segera sembuh. Sama halnya dengan ini, kita harus bertekad untuk menjalaninya, tidak bisa kita spontan langsung berubah tapi perlu proses. Mari kita ciptakan suasana lingkungan yang damai dan tentram.

Sumber inspirasi dari buku Hidup dan Amarah, karya Thubten Chodron.